Selasa, 11 November 2008

Awas Binatang Berbisa

Dalam sebuah ekpedisi pendataan dan pelacakan sistem hidrologi karst akhir tahun 2006 lalu di kawasan karst Grobogan - Jawa Tengah, saya sempat terperangah ketika menelusuri sebuah gua yang ternyata menjadi (semacam) kerajaan ular. Tidak tanggung-tanggung, dalam gua itu puluhan ekor ular berdiam dan tersebar di beberapa titik, mulai dari mulut gua (yang dikenal sebagai zona terang), ruangan di bawah mulut gua (atau dikenal sebagai zona peralihan, kebetulan gua itu tergolong gua vertikal) hingga jauh di dalam lorong yang dikenal sebagai zona gelap abadi.

Beberapa jenis ular yang mampu saya kenali rata-rata memiliki racun tinggi, seperti ular welang (bungarus fasciatus), ular bandotan tanah (Vipera russelli) dan ular kobra (Naja Sputatrix). Diantara mereka ada juga jenis ular pembelit seperti ular sanca kembang (Python reticulatus) yang ukurannya sudah sebesar lengan orang dewasa.

Yang menggelitik penulis dan beberapa rekan penelusur dari ASC (Acintyacunyata Speleological Club) adalah beberapa teori yang ada tentang biospeleologi selama ini selalu menyebutkan bahwa ular adalah biota yang masuk pada kategori trogloxene alias binatang tamu, dimana siklus hidupnya tidak berlangsung sepenuhnya didalam gua. Paling sial, jika ia berada jauh kedalam zona gelap abadi, kemungkinan karena faktor accidental, seperti terjatuh atau terbawa banjir. Menyimak perilaku mereka, seperti tingkat agresivitas ketika melihat cahaya, ular-ular ini sepertinya “adem ayem” saja, seperti bilang “Asal jangan senggol gue aja, lu jual…gua beli deh” begitu kira-kira gambaran sederhananya.

Hipotesa sementara, ular-ular yang melimpah ini barangkali sudah memiliki tingkat adaptasi pada lingkungan yang cukup mapan, diimbangi dengan daya dukung makanan yang melimpah seperti katak dan kelelawar. Untuk lebih jelasnya, kajian yang lebih mendalam perlu dilakukan lebih lanjut terhadap fenomena ini (penulis hanya memiliki pengetahuan sedikit tentang biota dan perilakunya).

Selain ular, binatang seperti kalajengking dan lipan juga berkali-kali muncul dalam perjalanan dilorong bawah tanah. Sengatan kalajengking atau lipan tidak kalah menyakitkannya dibandingkan gigitan ular, meskipun jarang menyebabkan kematian.

Uropighi atau sering dikenal sebagai Psedoscorpion dengan semprotan asam cukanya tergolong biota yang patut kita waspadai, jika kita gegabah bisa saja mata kita dijadikan pedih dan buta sesaat akibat terkena semprotan cairan dari ekornya.

Catatan :

- Ular Kobra (Naja Sputatrix), memiliki racun neurotoksin yang menyerang syaraf dan racun hemotoksin yang merusak jaringan darah yang menyebabkan rasa terbakar dan rasa sakit yang luar biasa, apabila tidak lekas tertolong, korban bisa meninggal dunia. Ular Kobra cenderung agresif dibandingkan ular berbisa lainnya. Warnanya hitam legam, bila merasa terancam akan menegakkan badan dan mengembangkan lehernya seperti di film-film India.

- Ular Welang (Bungarus Fasciatus), memiliki racun neurotoksin. Tercatat sebagai pembunuh paling mematikan dibandingkan Kobra. Sebab utamanya adalah kecenderungan korban tidak sadar kalau telah tergigit ular jenis ini. Penderita baru menyadari jika telah merasakan sesak nafas, sementara racunnya telah menyebar ke seluruh tubuh. Ular ini tergolong pemalu dan sulit di deteksi keberadaannya secara sekilas pandang. Warna gelang-gelang hitam putih, dan ukurannya biasanya tidak melebihi besar ibu jari, namun hati-hati, jangan pernah menyentuh ular ini tanpa menggunakan tongkat. Ular Welang senang berdiam di dinding-dinding gua.


AB Rodhial Falah
Yogyakarta, Indonesia
Penelusur & Praktisi Fotografi Goa

Blog Archive

 

Copyright © 2009 by Legua Caving & Speleologi