Rabu, 01 Juni 2011

AMDAL SEBAGAI SALAH SATU PERANGKAT PENGELOLAAN LINGKUNGAN (oleh EFFENDY A. SUMARDJA )

UU No. 23 tahun 1997 Pasal 15 menyebutkan bahwa setiap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Selanjutnya
Pasal 1 angka 21 UU No. 23 tahun 1997 menyatakan bahwa
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting
suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelengaraan usaha dan/atau kegiatan.
Atas dasar definisi tersebut jelas bahwa AMDAL
merupakan suatu studi terhadap dampak lingkungan yang
diperkirakan akan timbul akibat suatu rencana kegiatan
apabila telah dilaksanakan nantinya. Hasil studi ini
merupakan bahan masukan/alat bagi para pengambil
keputusan dalam menetapkan kegiatan pengelolaan
lingkungan yang perlu dilaksanakan oleh pemilik usulan
kegiatan pembangunan maupun pihak-pihak lain yang
berkepentingan atau berkaitan.

Pemanfaatan karst untuk pembangunan hanya diijinkan
untuk dilakukan di areal-areal yang tidak termasuk kawasan
lindung setelah terlebih dahulu dilakukan AMDAL, dimana
AMDAL bertujuan untuk mengkaji kemungkinan-
kemungkinan perubahan kondisi lingkungan baik
biogeofisik maupun sosial ekonomi budaya akibat adanya
sesuatu kegiatan pembangunan. Dengan diketahuinya secara
rinci berbagai dampak lingkungan tadi maka sejak dini
dapat dipersiapkan pengelolaan dalam rangka memperkecil
dampak negatif dan memperbesar dampak positifnya. Sesuai
dengan ketentuan tidak semua usaha dan/atau kegiatan
wajib dilengkapi dengan AMDAL. Pelaksanaan AMDAL
hanya diberlakukan bagi rencana usaha/kegiatan yang
berskala besar, kompleks dan berpotensi menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan hidup.

Mengingat isu pendirian pabrik semen lebih banyak kepada
konflik lahan dan kemungkinan kerusakan sumberdaya air
tanah, maka pendekatan yang lebih tepat digunakan adalah
pendekatan daya dukung lingkungan.


Untuk itu perlu disusun suatu kriteria atau parameter penentuan daya
dukung lingkungan yang dimaksud. Khusus bagi
pembangunan industri semen di daerah yang kepadatan
penduduknya sudah sangat tinggi, maka dampak yang
ditimbulkannya akan jauh lebih menyulitkan dalam
penanganannya dibandingkan dengan didaerah yang kurang
padat penduduk seperti diluar Pulau Jawa. Masalah
keterbatasan ketersediaan air dan masalah sosial ekonomi
yang sering menjadi sumber konflik di antara pihak industri,
pemerintah daerah dan masyarakat lokal.

Oleh karena itu penting adanya kehati-hatian dalam
memberikan ijin baru bagi pembangunan industri semen.
Alternatif yang ditawarkan oleh BKPM untuk
mempertahankan pemenuhan kebutuhan semen tanpa harus
menambah jumlah ijin yang harus dikeluarkan adalah
dengan cara mengalihkan penggunaan ijin yang tidak
diperpanjang atau dicabut. Disamping pemberian ijin harus
disertai dengan persyaratan lingkungan yang ketat serta
penggunaan teknologi yang tepat. Kebijaksanaan dan
mekanisme pemberian ijin pendirian pabrik semen perlu
juga memperhatikan aspek lingkungan dan melibatkan
berbagai pihak. Hal ini dimaksud agar pihak instansi
pemberi ijin mendapat informasi dan gambaran kondisi
aktual di lapangan dan disesuaikan dengan rencana
pemerintah daerah.

Kaitan antara AMDAL dan Perijinan tercantum dalam PP
51 tahun1993 pada Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa
pemberian ijin usaha tetap oleh instansi yang membidangi
jenis usaha atau kegiatan hanya dapat diberikan setelah
adanya pelaksanaan RKL dan RPL yang telah disetujui oleh
instansi yang bertanggung jawab. Perihal perijinan ini lebih
dipertegas lagi pada PP 27 tahun 1999 sebagai penyempurnaan PP 51 tahun 1993 dimana Pasal 7
menyatakan bahwa:

• AMDAL merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan ijin melakukan usaha dan atau
kegiatan,
• Permohonan untuk mendapat ijin melakukan usaha
dan/atau kegiatan wajib melampirkan keputusan
kelayakan lingkungan sesuai-hasil AMDAL,
• Semua syarat dan kewajiban dalam RKL/RPL wajib
dicantumkan dalam ketentuan ijin melakukan usaha
dan/atau kegiatan,


Ijin-ijin dimaksud di atas antara lain ijin usaha tetap bagi
usaha dan/atau kegiatan industri sebelum kegiatan produksi
komersialnya dilaksanakan, hak kuasa pertambangan (KP)
bagi usaha atau kegiatan dibidang pertambangan dan hak
penguasaan hutan (HPH) untuk dibidang kehutanan dan ijin-
ijin lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Lebih jauh, UU 23 tahun 1997 Pasal 18
menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap.
lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL untuk
memperoleh ijin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terutama pada
kawasan karst termuat dalam Pasal 3 Ayat (1) PP 27 tahun
1999 seperti pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
eksplotasi sumberdaya alam baik yang terbarui maupun
yang takterbarui; proses dan kegiatan yang hasilnya akan
dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumberdaya dan/atau perlindungan cagar budaya.
AMDAL adalah suatu perangkat pengelola lingkungan yang
diterapkan pada tahap perencanaan. Fungsi utama AMDAL
adalah mengkaji sedalam mungkin seluruh kemungkinan
yang dapat terjadi ketika suatu kegiatan dilaksanakan.
Prediksi didasarkan pada berbagai perhitungan yang dapat
diterima secara ilmiah dan berdasarkan pengalaman yang
ada. Demikian pula dengan rencana kegiatan yang berisi
berbagai uraian dan komponen kegiatan serta rona awal
lingkungan dikaji, dihitung dan dibandingkan pada prediksi
dan evaluasi dampak.

Sesuai dengan sifatnya yang berupa prediksi, AMDAL
memiliki beberapa kekurangan yang perlu terus dikaji
selama penerapan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Hasil prediksi tidak sepenuhnya dapat dijamin akan terjadi,
namun prediksi tersebut diharapkan dapat mengantisipasi
dan mereduksi dampak yang mungkin terjadi. Untuk itu
kemudian RKL dan RPL dirancang untuk dapat mengatasi
kekurangan pada tahap prediksi. Dengan demikian AMDAL
sebenarnya adalah suatu proses yang dinamis, dimana
penanggung jawab kegiatan selalu memantau dan
memperbaiki kinerja pengelolaan lingkungannya dari masa
kemasa sesuai dengan temuan yang ada. Jadi tidak benar
persepsi bahwa sekali AMDAL dibuat, maka selesailah
tugas penanggung jawab usaha atau kegiatan tersebut.

Pelaksanaan RKL dan RPL pada dasarnya adalah
pelaksanaan audit lingkungan, dimana suatu kinerja
pengelolaan lingkungan dievaluasi dan diperbaiki.
Walaupun secara formal pelaksanaanya berbeda, demikian
pula lingkup perhatiannya yang mungkin berbeda, namun
esensinya adalah sama. Perangkat prediksi lain yang serupa
adalah Kajian Resiko Lingkungan - ERA (Environmental
Risk Assessment) dimana kajian dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia dilakukan. Perbedaaanya
adalah waktu pelaksanaannya, ERA cenderung dilakukan
pada saat suatu kegiatan sudah berjalan yang kemudian
dievaluasi dampak jangka pendek dan jangka panjang
terhadap beberapa aspek tertentu. AMDAL, audit
lingkungan, dan ERA hanyalah tiga perangkat pengelolaan
lingkungan diantara perangkat-perangkat lainnya, namun
ketiganya dapat memiliki fungsi yang saling mendukung.

Dikaitkan dengan contoh kasus pada bagian sebelumnya,
studi AMDAL telah memprediksi dan menangulangi
dampak yang ditimbulkan dengan pengelolaan seperti
dimuat dalarn RKL/RPL. PT Semen Makmur Indonesia
dalam RKL/RPL memuat penggunaan sistem tunda pada
saat peledakan yang ditunjukan untuk mengurangi getaran
peledakan agar tidak menganggu goa tempat tinggal walet
dan kalelawar. Mengkonservasi daerah goa-goa dan
melakukan penambangan secara selektif yaitu dengan

menghindari

menambang

goa-goa.

Penambangan

batugamping sampai dengan batas penambangan di atas
zona jenuh air (60 m) yang ditunjukan untuk mencegah
ganguan terhadap kelestarian air tanah. Pada kasus PT
Semen Nusantara dalam dalam RKL/RPL menekankan
penambangan harus menghindari kompleks goa Ratu serta
melakukan penambangan dengan cara teras mengikuti
kontur agar tidak terjadi erosi. Sedangkan dalam RKL/RPL
PT Semen Grobogan memuat penambangan batugamping
sampai lapisan batugamping yang tidak jenuh air yaitu di
atas elevasi 50 m, dengan arah mendatar baru kemudian
pengalian diarahkan pada lapisan batugamping yang jenuh
air. Hal ini untuk melindungi potensi akuifer yang mengisi
air tanah kedalam Sendang Mundal. Dalam kasus PT Semen
Andalas yang sampai sekarang masih dalam proses
AMDAL. Dalam studi AMDAL untuk menghadapi isu lingkungan perusakan kawasan TNGL, daerah buffer zone
TNGL akan dilindungi yaitu batas penambangan yang
berdekatan dengan TNGL seluas 12 km tidak akan
dilakukan penambangan. Untuk melindungi kompleks goa-
goa akan dihindari penambangan sekitar goa sehingga
getaran yang ditimbulkan pada saat peledakan tidak akan
merusak goa.

Dari isu-isu lingkungan pada pabrik semen, dalam studi
AMDAL terutama pada RKL/RPL harus memuat
komitmen-komitmen yang dapat menanggulangi permasalah
tersebut seperti: sistem penambangan yang dilakukan; batas
penambangan harus diperhitungkan secara matematis
terhadap lapisan akuifer; peledakan (blasting) juga harus
diperhitungkan kapan dilakukan dan dampaknya terhadap
getaran, kebisingan; debu-debu yang ditimbulkan akibat
penambangan dan pengalahan di pabrik; penyelamatan goa-
goa yang dilindungi.

Hal-hal di atas adalah upaya terbaik yang dapat dilakukan
oleh mekanisme AMDAL. Dengan demikian harus disadari
bahwa AMDAL bukanlah segalanya. AMDAL hanyalah
satu dari berbagai perangkat pengelolaan lingkungan,
kekurangan-kekurangan pada mekanisme AMDAL harus
bisa diatasi oleh perangkat pengelolaan lingkungan lainnya.
Namun demikian, kita lihat bersama, banyak pula yang
dapat dihasilkan oleh proses AMDAL pada tahap awal
perencanaan dalam upaya menekan, mereduksi atau
mengeliminir dampak negatif yang tidak perlu terjadi.

Blog Archive

 

Copyright © 2009 by Legua Caving & Speleologi