Sabtu, 04 Juni 2011

PERMASALAHAN AIR KARST YANG DIBUTUHKAN UNTUK SUMBER AIR MENJELANG TAHUN 2000 (Oleh : HIKESPI)

PERMASALAHAN AIR KARST YANG
DIBUTUHKAN UNTUK SUMBER AIR MENJELANG
TAHUN 2000

Oleh : Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia

Bertolak dari kebutuhan akan air, khususnya air bersih menjelang
tahun 2000, beberapa instansi pemerintah, Himpunan Kegiatan
Speleologi Indonesia dan beberapa perorangan melontarkan
gagasan untuk mengembangkan potensi air yang begitu melimpah
dalam kawasan karst yang terdapat di hamper semua pulau di
Indonesia.

Yang diutamakan tentunya ialah akifer karstik yang lokasinya
dengan kota-kota besar di Pulau Jawa.
Hal ini didasarkan pula pada pengalaman, bahwa cukup banyak
kota-kota Kabupaten atau Kecamatan hingga kini tergantung
daripada penyediaan air karst itu, seperti kota Biak, Kupang,
Luwuk, Tuban dan Gombong serta kota-kota di pulau Madura
misalnya.

Telah diakui bahwa beberapa instansi Pemerintah telah mulai
menaruh perhatian pada pemanfaatan air karst ini, namun
dijumpai kendala, yaitu perihal kedudukan, hak, wewenang,
yang sulit diatasi oleh instansi-instansi itu sendiri untuk
bertindak secara efisien. Dana-dana kegiatan-kegiatan riset juga
masih tersebar. Secara resen dapat dipercontohkan masalah
INTRUSI AIR LAUT di kota Jakarta. Oleh Bapak Menteri
KLH dilihat potensi pemecahan persoalan itu secara terpadu,
karena kegiatan pendataannya ketika itu tercerai-berai, dihadapi
duplikasi dlsb. Koordinasi antar instansi, dengan pembentukan
Team Ad Hoc memberi sebagai hasil kerjasamanya, suatu usulan
kepada Bapak Menteri Negara KLH, yang kemudian dapat
memberi landasan perundang-undangannya. Dengan demikian
instansi-instansi kemudian mendapatkan arahan mantap,
mengenai apa yang harus dikerjakan dan dikoordinasi.

Perihal permasalahan air karst ini, oleh Bapak Menteri Negara
KLH diberi arahan, agar diusahakan melakukan pembahasan
secara terpadu atas dasar :
1. Evaluasi kebijaksanaan pengembangan air karst hingga
sekarang oleh berbagai instansi.
2. Identifikasi permasalahan pokoknya yang dihadapi saat ini.
3. Saran kebijaksanaan pengembangan air karst untuk
REPELITA V.
Oleh Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia, bersama dengan
PUSLITBANG PENGAIRAN telah berhasil diadakan suatu urun
rembug di Bandung pada tanggal 17 Januari 1987, yang dihadiri
oleh 38 instansi dan perorangan, yang menghasilkan
kesimpulan/perumusan sebagai terlampir ini.

Perlu dilaporkan, bahwa instansi PUSAT dan PUSLITBANG
PENGAIRAN telah melakukan beberapa kegiatan riset dan
pengembangan air karst antara lain di Merakurak (Tuban),
Pracimantoro, Gembul dlsb. Dan langsung menghadapi berbagai
kesulitan di lapangan, yang sulit diatasi secara mandiri. Sudah
dirasakan pula manfaat penelitian sumber-sumber air karst lepas
pantai antara lain di Bali Utara, Tuban Utara, Baron, Krakal.
Namun dihadapi kesulitan mendapatkan foto thermal remote
sensing.

Oleh kami diusulkan agar perlu ditentukan skala prioritas
sebagai berikut :
1. Pendataan sumber-sumber air karst (buaian luahnya
sepanjang tahun) yang ada diseluruh Indonesia.
2. Kapasitas menyimpan air masing-masing kawasan karst.
3. Kondisi kawasan tadah hujannya.
4. Kebutuhan penduduk akan air bersih dan air untuk industri
dan irigasi berasal dari akifer karstik ini untuk pertanian dan
peternakan.
5. Pemantauan tingkat pencemarannya.
6. Pendataan goa-goa mana yang ada sungai didalamnya,
luahnya dan potensi untuk dimanfaatkan.
7. Siapa pengelolanya dan tehnik pemanfaatannya.
Oleh bapak Purbohadiwidjoyo diusulkan, agar dilakukan
inventarisasi secara terpadu mengenai apa yang telah dan akan
dilakukan oleh berbagai instansi, yang hingga kini masih tercerai
berai, yaitu :
1. Sebaran daerah karst di seluruh Indonesia (PUSLITBANG
GEOLOGI dan hidrogeologinya (DIT GEOLOGI TATA
LINGKUNGAN).
2. Evaluasi data.
3. Daerah prioritasnya.
Contoh : Pengembangan air karst Gombong Selatan sudah
mendesak sekali, mengingat kota Cilacap kekurangan air.
Juga untuk kawasan Gunung Kidul dan Tuban.

Antara lain ditentukan masalah pemasangan sukat, harus
bagaimana bentuknya. Penentuan penguap-peluhan, curah hujan.
Neraca Air, Dawai (device) mana yang paling cocok untuk
daerah itu. Penentuan parameter lintasan. Kesemuanya itu
membutuhkan apa yang dinamakan Term of Reference. Oleh Ir.
Sutomo Supangkat dari DITJEN PHPA kemudian diusulkan pula
untuk menaruh perhatian pada pemeliharaan lingkungannya.

Tentu akan dipertanyakan peraturan perundang-undangan mana
yang dapat mengakomodir permasalahan air karst ini. Undang-
undang pokok mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan
undang-undang pokok mengenai air, khususnya pasal 12 dari
Undang-undang pokok mengenai lingkungan hidup, yang dapat
dipakai sebagai acuan permasalahan air karst ini. Yaitu ketentuan
mengenai konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya.
Akan diatur pula perlindungan sistem pendukung kehidupan,
yang menyangkut hajat hidup manusia, antara lain soal tata air,
yang harus pula mencakup air karst.

Kiranya perlu ditekankan disini, usulan Prof. Go Ban Hong,
Bahwa pemanfaatan air karst, tidak saja terbatas pada
pemanfaatannya untuk rumah tangga, tetapi juga untuk industri
dan pertanian, dengan mengingat pula potensi kawasan karst
untuk pariwisata dan dengan perhatian akan mudahnya kawasan
itu terkena polusi, baik oleh industri maupun oleh kegiatan
domestic (septic tank), penggunaan insektesida untuk pertanian
dlsb.

Jelas bahwa kesimpulan urun rembug itu secara ringkas ialah,
memfokuskan permasalahan air karst itu dengan tiga problema :
APA, KAPAN dan OLEH SIAPA harus dipecahkan.



* Makalah Pengarahan pada rapat pembahasan masalah peran
serta masing-masing instansi dalam upaya pengelolaan dan
pemanfaatan air karst di kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup Tanggal 14 April 1987

Blog Archive

 

Copyright © 2009 by Legua Caving & Speleologi